Mengenal Gurindam 12

Sejarah singkat dan latar belakang

Gurindam Dua Belas adalah kaya sastra yang mempu berdiri sendiri, yang ditulis dengan bahasa melayu kuno

dan dikategorkan sebagai syair Al-irsyadi atau puisi didaktik dikarnakan berisi nasehat atau petunjuk hidup. Raja Ali Haji selesai menulis Gurindam Dua Belas pada tahun 1846 Masehi atau pada 23 Rajab tahun 1263 Hijriah.

Latar belakang terciptanya Gurindam Dua Belas yaitu atas rasa prihatin Raja Ali Haji terhadap kondisi kehidupan masyarakat Melayu pada saat itu sehingga beliau menciptakan suatu karya sastra sebagai tanggung jawab moral untuk mempertahankan dan memelihara agama serta adat-istiadat. Oleh karna itu peneliti tertarik untuk membahas makna yang terdapat pada Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji.

(Salinan Naskah Gurindam 12)
Biografi singkat Raja Ali Haji

Raja Ali Haji adalah seorang ulama, sejarawan, dan sastrawan Melayu terkemuka yang lahir di

Pulau Penyengat, Riau, pada tahun 1809. Ia berasal dari garis keturunan bangsawan Bugis, cucu dari Raja Haji, yamtuan muda Kesultanan Johor-Riau yang gugur dalam pertempuran melawan Belanda. Ayahnya, Raja Ahmad, adalah pangeran Riau pertama yang menunaikan ibadah haji dan juga seorang penulis.

Sejak muda, Raja Ali Haji telah menunjukkan kecerdasan dan wawasan yang luas. Ia sering mendampingi ayahnya dalam berbagai perjalanan, termasuk misi kenegaraan ke Batavia dan ibadah haji. Pengalaman ini membekalinya dengan pengetahuan yang mendalam tentang berbagai bidang. Pada usia 32 tahun, ia dan sepupunya, Raja Ali bin Raja Ja'far, dipercaya untuk memerintah wilayah Lingga. Peran ini menunjukkan kepercayaan besar yang diberikan kepadanya oleh kesultanan.

Raja Ali Haji memiliki kontribusi yang sangat besar, tidak hanya di bidang politik, tetapi juga dalam dunia intelektual. Ia dikenal sebagai seorang ulama dan diangkat menjadi penasihat keagamaan negara pada tahun 1845. Karya-karyanya sangat beragam, mencakup agama, sejarah, hukum, politik, dan sastra. Salah satu karyanya yang paling fenomenal dan menjadi ikon sastra Melayu adalah Gurindam Duabelas. Gurindam ini berisi nasihat-nasihat yang mendalam tentang agama dan kehidupan, menjadikannya salah satu karya sastra Melayu klasik yang paling berpengaruh.

Selain Gurindam Duabelas, karya-karyanya yang lain termasuk Hikayat Abdul Muluk, Intizam Waza'if al-Malik, Samarat al-Muhimmah, dan Tuhfah an-Nafis. Melalui karya-karya ini, ia membuktikan dirinya sebagai sosok teolog dan guru yang berkomitmen untuk memelihara nilai-nilai keislaman dan bertanggung jawab terhadap masyarakatnya. Raja Ali Haji meninggal pada tahun 1870. Untuk melestarikan warisan intelektualnya, sanak saudaranya mendirikan "Rusydiah Club" pada awal tahun 1890-an.

(Raja Ali Haji)
Struktur Gurindam (dua baris berpasangan, makna, dan gaya bahasa)

Gurindam merupakan sebuah karya sastra berupa puisi melayu lama yang terdiri dari dua bait, setiap bait memiliki dua baris dengan irama akhir yang serupa karena merupakan kesatuan

yang utuh. Baris pertama merupakan soal, masalah, ataupun perjanjian pada baris pertama. Raja Ali Haji membuat gurindam sebagai “perkataan yang bersajak pada akhir pasangannya, tetapi sempurna perkataanya dengan syarat sajak yang kedua seperti jawabannya”. Dari definisi diatas Raja Ali Haji ingin membedakan gurindam dengan syair, yang mana perbedaan tersebut terletak pada baris kedua. Dalam gurindam baris kedua adalah sebagai jawaban dari baris pertama, sedangkan syair tidak. Setiap penulis karya sastra memiliki gaya bahasa yang berbeda. Bahasa yang digunakan dalam gurindam 12 adalah bahasa kiasan, penyampaian bahasa melalui makna yang tidak langsung. Penyampaian bahasa melalui makna tersirat inilah yang membuat pembaca semakin tertarik pada karya sastra tersebut.

Jadi gurindam menurut Raja Ali Haji adalah suatu bentuk puisi Melayu yang terdiri dari dua baris berpasangan, bersajak atau berima da memberikan ide yang lengkap atau sempurna dalam pasangannya, baris pertama sebagai protasis dan baris kedua sebagai apodosis atau jawaban.

(Gurindam 12 di Festival Pulau Penyengat 2019)
Nilai Moral, Agama, dan Sosial Yang Terkandung

1. Nilai Moral

  • Tanggung Jawab: Nilai ini ditemukan pada Pasal 3 dan 4, yang menekankan pentingnya menjaga perbuatan dan kata-kata.

  • Menepati Janji: Nilai ini ada pada Pasal 7 dan 11 ayat 4.

  • Kesabaran dan Kejujuran: Nilai kesabaran terdapat pada Pasal 7 dan 11 ayat 4, sementara nilai kejujuran ditemukan dalam Pasal 11.

  • Budi Pekerti: Gurindam Dua Belas secara keseluruhan bertujuan untuk memperbaiki budi pekerti manusia, sebagaimana misi Nabi Muhammad SAW.

  • Mawas Diri: Pasal ketujuh mengajarkan untuk menjauhi perbuatan yang merugikan, seperti berbohong, berlebih-lebihan, mencela, dan banyak tidur.

  • Etika: Pasal kesepuluh menjelaskan etika dalam bergaul sehari-hari, termasuk etika terhadap bapak, ibu, anak, dan kawan.

  • Kasih Sayang: Nilai ini ditemukan pada Pasal 5 dan 6.

2. Nilai Agama (Keislaman)

  • Gurindam Dua Belas berisi petunjuk ibadah agar pembacanya selalu dekat dengan Allah SWT.

  • Karya ini sarat dengan pesan-pesan dakwah yang berhubungan dengan ibadah, kewajiban terhadap raja, masyarakat, dan keluarga.

  • Nilai keislaman juga tercermin dalam pasal-pasalnya, seperti Pasal 1 yang mengajarkan bahwa orang yang hatinya dekat dengan Allah harus beriman dan beribadah dengan sungguh-sungguh.

  • Gurindam Dua Belas dapat dijadikan bahan ajar untuk menanamkan karakter Islami di sekolah atau madrasah.

3. Nilai Sosial

  • Gurindam Dua Belas mengandung ajaran tentang etika sosial dan kenegaraan.

  • Pasal kelima mengajarkan cara mengenal orang berbangsa, berbahagia, mulia, berilmu, berakal, dan berperangai baik, yaitu dengan memperhatikan budi bahasa dan pergaulan mereka di tengah masyarakat.

  • Gurindam Dua Belas juga berfungsi sebagai pedoman untuk membina hubungan sosial yang baik, seperti anjuran untuk berteman dengan orang yang baik dan menghindari pergaulan buruk.

  • Nilai sosial yang diajarkan sejalan dengan ajaran Islam, yaitu untuk selalu menjalin hubungan baik dengan sesama manusia (hablum minannas).